Terus terang, lalapan adalah salah satu makanan yang menjadi kesukaan. Rasa dan sensasi yang ditawarkan saat mengonsumsi ada keunikan tersendiri.
Meskipun lalapan identik dengan harga yang relatif lebih mahal dibandingkan makanan yang lain, tapi makanan yang satu ini tetap ada di hati para penggemarnya.
Dengan harga yang relatif mahal, gaya yang ditawarkan tetaplah sederhana. Sebagai contohnya pada saat mengonsumsi lalapan.
Orang akan lebih nyaman menggunakan tangan dalam mengonsumsi lalapan dibandingkan menggunakan sendok. Dengan tangan bisa lebih leluasa dalam mencuil daging yang akan dimakan.
Selain itu, makan lalapan juga mengajarkan kebersihan. Pembeli akan diberikan air dalam baskom. Air itu digunakan untuk mencuci tangan.
Ditambah lagi, makan lalapan saat cuaca hujan menambah nikmat tersendiri. Apalagi saat nasi yang disuguhkan masih hangat, pasti bakal lebih nikmat.
Di Blitar, hampir di setiap ruas jalan yang ramai lalu lalang kendaraan bermotor bakal mudah dijumpai warung-warung lalapan di pinggir jalan.
Mereka memiliki nama masing-masing, bisa menyebut nama penjualnya, atau memakai nama daerah yang identik dengan lalapan, yaitu Lamongan.
Itu bisa ditemui mulai dari Wonodadi hingga Selorejo, ataupun Wonotirto hingga Gandusari. Semuanya rata, ada penjual kalapan.
Saya pribadi, sering bergonta-ganti menu lalapan yang dipesan. Pokoknya menyesuaikan keinginan dan keadaan kantong.
Kalau pas kepingin dan kantong lagi tidak kering, makan daging, ya daging ayam atau bebek bisa jadi pilihan.
Tapi, kalau pas kantong kering atau jenuh dengan makanan daging, tahu, tempe, dan terong bisa jadi solusi yang tepat untuk disantap.
Kira-kira sampai kapan ya, lalapan bis terus eksis dan menjadi salah satu makanan favorit masyarakat. Utamanya di malam hari?
0 Komentar