Malam itu mungkin menjadi malam yang spesial bagi saya. Semoga momen itu terulang lagi. Meskipun sebenarnya tidak sulit untuk mewujudkan momen itu terjadi kembali.
Sebuah perbincangan berbobot antara seorang junior dan senior. Bahasa gampangnya seperti itu. Orang yang secara usia terpaut puluhan tahun saling membincangkan masalah saat ini dan masa lalu.
Sudah seyogyanya orang yang senior akan lebih dominan dalam pembicaraan ini. Asam garam kehidupan, orang yang lebih senior lebih banyak dibandingkan yang lebih muda usianya.
Malam itu pembahasan yang paling intim adalah berkaitan dengan persoalan di daerah. Sebuah persoalan kecil yang itu mempunyai dampak besar bagi kehidupan sebuah wilayah kecil di pesisir selatan Jawa Timur.
Maklum beliau dulunya adalah seorang wakil rakyat yang punya karir yang dianggap orang gemilang. Ceritanya begitu indah untuk didengarkan seperti seorang penyair yang melantunkan syairnya.
Sebagai seorang yang lebih muda saya begitu khidmat untuk mendengarkan apa yang dia ceritakan. Guyonan kecil tak lupa menyelingi obrolan malam itu.
Pembicaraan malam itu terasa lengkap dengan kehadiran rokok dan kopi yang menambah kenikmatan perbincangan. Kalau orang Jawa menyebutnya gayeng.
Satu jam pembicaraan dilaksanakan, ada ada lagi orang yang datang. Dari raut wajahnya dia memancarkan semangat untuk berdiskusi malam itu.
Satu jam berselang ada lagi yang datang. Pembicaraan semakin panas dan semakin menarik. Muatannya pun berbobot menambah wawasan bagi anak muda.
Memang sudah seharusnya orang yang lebih muda belajar kepada orang tua. Memang guru terbaik adalah pengalaman, tapi guru yang sebenarnya adalah mentor yang punya ketulusan hati untuk membimbing adik-adiknya.
Tak terasa obrolan itu sudah menginjak waktu dini hari. Waktu di mana orang biasanya sudah lelap dalam gelapnya malam. Tidur di kasur yang empuk berselimut mimpi indah.
Tapi tidak dengan kawanan saya malam itu. Obrolan semakin mendalam, bahkan membahas sesuatu yang saya sama sekali tidak paham. Meskipun tidak memahami, saya tetap khidmat untuk mendengarkan.
Padahal waktu dini hari adalah waktu yang paling enak digunakan untuk memejamkan mata. Jarang sekali mata saya, digunakan untuk menatap obrolan orang di waktu tersebut.
Hingga pada akhirnya waktu sudah menjelang Subuh. Saatnya saya dan kawan-kawan undur diri untuk beristirahat menatap esok hari.
Dengan sedikit kantuk, motor dilaju dengan kecepatan sedang agar cepat sampai tempat peristirahatan di rumah. Dalam benak hati semoga perbicangan itu kelak tetap berjalan istiqomah.
Gedog, 3 Maret 2023
0 Komentar