Mengutip dari salah satu tulisan tokoh pahlawan nasional Indonesia, Tan Malaka, kemewahan terakhir seorang pemuda adalah idealisme.
Pencetus nama Republik tersebut bukan tanpa alasan menuliskan adagium tersebut. Pastinya ada pengalaman besar yang telah dia lalui.
Menyelaraskan dengan kondisi saat ini, tulisan dari Tan Malaka itu juga masih relevan untuk diterapkan. Apalagi bagi mereka yang menjadi seorang pemuda, salah satunya kader PMII.
Iya benar. Saya memang menjadi salah satu bagian dari organisasi kepemudaan yang lahir pada 17 April 1960 tersebut.
Selama saya mengarungi perjalanan di organisasi yang identik dengan Nahdlatul Ulama ini, banyak cerita yang setelah saya lalui. Baik dengan sesama anggota PMII maupun dengan kawan-kawan pemuda yang lain, serta masyarakat umum.
Selama kurang lebih 4 tahun, ada banyak pembelajaran yang bisa saya ambil. Salah satunya adalah apa yang dituliskan oleh Tan Malaka.
Beberapa kali saya menjumpai seorang pemuda yang sepemahaman dengan Tan Malaka. Tapi juga tidak jarang yang sudah mengabaikan apa yang dituliskan oleh pria yang melalang buana di luar negeri selama 20 tahun itu.
Sebagai pemuda yang mencoba mencari jati diri dan pandangan hidup setelah kuliah (bagi mahasiswa), menggadaikan idealisme adalah sesuatu yang bakal dipertaruhkan.
Prinsip-prinsip yang dipegang teguh saat berjuang tidak jarang juga goyah saat ditawari iming-iming tertentu. Wajar, ini adalah hal yang manusiawi.
Saya sangat salut terhadap pemuda yang tetap memegang teguh prinsipnya walaupun ada tekanan ataupun desakan dari pihak lain. Apalagi dia berpegang teguh pada prinsip kebenaran.
Karena, bagi saya, prinsip yang dipegang secara teguh, yang dijalankan secara sungguh-sungguh itu punya kedudukan yang agung. Entah nanti tujuannya tercapai atau tidak.
Namun, sangat mengenaskan rasanya apabila melihat pemuda tidak punya prinsip. Apalagi mudah diombang-ambingkan oleh suasana ataupun orang lain.
Terlebih, bagi mereka yang menjadi kawan-kawan saya. Kader-kader PMII se-Indonesia, yang masih menggantungkan diri pada seorang senior ataupun alumni.
Atau bahkan menganggap alumni atau senior sebagai seorang yang patut dipuja-puja dan ditaati apapun yang dikatakan.
Terkadang juga sulit menempatkan seseorang yang lebih tua itu sebagai seorang yang hanya dimintai nasehatnya. Orang yang lebih tua tentu punya keinginan yang lebih dari sekadar menasehati. Meskipun ini tidak semua orang.
Menghormati kepada orang yang lebih tua itu harus, tapi juga tidak wajib hukumnya untuk menaati apabila tidak sesuai dengan prinsip kebenaran yang dipegang.
Berpeganglah pada prinsip yang kita anggap ideal. Berjalanlah dengan prinsip itu di manapun berada, kapan waktunya.
Karena saya meyakini apa yang dituliskan oleh Tan Malaka "Idealisme adalah kemewahan terakhir seorang pemuda"
Semoga saja tulisan dari seorang Tan Malaka masih menjadi pedoman yang bisa diterapkan. Sehingga bukan hanya menjadi dongeng usang di bangku-bangku pergerakan.
0 Komentar