Anda tidak salah baca, kini mahasiswa punya partai. Kabar terbentuknya juga belum lama ini. Momentumnya juga pas suhu politik di Indonesia lagi memanas.
Saat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan data partai politik yang telah berbadan hukum, tertera Partai Mahasiswa Indonesia. Surat itu bertandatangan 17 Februari 2022.
Kalau merujuk UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan partai politik baru.
Dalam Pasal 2, disebutkan bahwa partai politik dibentuk oleh paling sedikit 50 orang warga negara Indonesia (WNI) dan telah berusia 21 tahun dengan akta notaris. Pendirian partai juga harus menyertakan 30 persen keterwakilan perempuan.
Sementara Pasal 3 menjelaskan bahwa partai poltik harus didaftarkan ke departemen untuk menjadi badan hukum.
Untuk menjadi badan hukum, partai politik di antaranya harus mempunyai kepengurusan paling sedikit 60 persen dari jumlah provinsi.
Selain itu, ada 50 persen kepengurusan dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25 persen dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan.
Pro Kontra
Terlepas dari memenuhi syarat atau tidak Partai Mahasiswa, adanya partai tersebut pasti bakal menimbulkan polemik. Sebab, ada nama mahasiswa di situ.
Terlebih, ketua Partai Mahasiswa Eko Pratama merupakan koordinator BEM Nusantara. Sedangkan, BEM Nusantara sendiri saat ini ada dua kubu. Kubu Eko dan kubu Dimas.
Pecahnya BEM Nusantara membuktikan salah satu aliansi organisasi mahasiswa saja mempunyai dua poros. Sehingga tidak jarang mereka juga berbeda gerakan dalam menyikapi isu.
Belum lagi poros-poros aliansi organisasi mahasiswa yang lain, seperti BEM SI, BEM PTKIN, dan masih banyak lagi. Belum tentu mereka juga sependapat dengan partai tersebut.
Kita ambil contoh bahwa mahasiswa tidak satu suara dalam menyikapi isu tertentu, contohnya demo tanggal 11 April lalu. Saat itu, BEM Nusantara kubu Eko memutuskan untuk tidak turun aksi.
Sementara BEM SI turun aksi untuk menyuarakan gelombang protes kepada pemerintah pusat. Itu salah satu contohnya bahwa mahasiswa tidak satu suara.
Selain itu, selain aliansi BEM, juga masih ada organisasi mahasiswa ekstra kampus (omek) seperti HMI, PMII, GMNI, GMKI, IMM, dsb. Mereka yang mengatasnamakan Cipayung plus biasanya juga punya sikap sendiri-sendiri.
Dengan keadaan seperti itu, menegaskan bahwa Partai Mahasiswa bukan menjadi representasi keseluruhan mahasiswa. Karena dalam praktek di beberapa organisasi mahasiswa mereka masih sering tidak satu suara.
Bisa jadi setelah terbentuknya Partai Mahasiswa Indonesia yang dipimpin Eko, bakal bermunculan lagi partai mahasiswa yang lain.
Jangan heran, apabila nanti akan terbentuk misalnya, Partai Kebangkitan Mahasiswa, Partai Amanah Mahasiswa, ataupun Partai Golongan Mahasiswa.
Kenyataannya memang tidak mudah membuat mahasiswa satu suara, saat mereka sudah ditunggangi oleh kepentingan, desakan senior organisasi, ataupun dukungan partai politik.
0 Komentar