TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH TANAMAN
CABAI RAWIT (Capsicum frutescens)
UJIAN
AKHIR SEMESTER
OLEH
:
MUHAMMAD
THOHA MA’RUF
NIM. 18102210001
UNIVERSITAS
ISLAM BALITAR
FAKULTAS
PERTANIAN
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
BLITAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Benih merupakan salah satu masukan
penting dalam kegiatan budidaya tanaman. Oleh karena itu program pembenihan tanaman merupakan aspek prioritas
yang harus segera dikembangkan di Indonesia, mengingat perannya yang sangat penting
dalam rangka mendukung program pengembangan sektor pertanian pada umumnya.
Penggunaan benih yang bermutu merupakan salah satu upaya dalam produksi
tanaman. Benih yang bermutu tidak dapat dihasilkan tanpa melaksanakan sistem
produksi yang selalu memperhatikan aspek mutu pada setiap mata rantai
produksinya. Benih bermutu tinggi dihasilkan melalui proses kegiatan ‘Produksi
Benih’ (seed crop), pengolahan benih, penyimpanan benih, dan
distribusinya yang memperhatikan masalah mutu tersebut. (Arinto Nugroho, 2018)
(Zulkifly Polpoke, 2019) Banyak petani
yang menggunakan benih asalan, namun tidak merasa sudah dirugikan. Mengapa
demikian ? ada anggapan yang keliru dari para petani, jika kebun yang
menggunakan benih palsu/asalan dipastikan akan tetap berpoduksi atau
menghasilkan. “Jika tanaman di kebun masih berproduksi maka itu
benihnya benar ” demikian anggapan petani. Kenyataannya tidak demikian. Tanaman
asal benih palsu juga menghasilkan atau berproduksi. Kebanyakan petani merasa
sukses ketika tanaman sudah menghasilkan, tanpa pernah menghitung berapa hasil
aktual yang sesungguhnya mereka peroleh.
Salah satu faktor penting yang
menentukan tingkat hasil produkasi tanaman adalah benih. Benih bersama dengan
sarana produksi lainnya seperti pupuk, air, cahaya, iklim menentukan
tingkat hasil produkasi tanaman. Meskipun tersedia sarana produksi lain yang
cukup, tetapi bila digunakan benih asalan atau bermutu rendah maka produksinya
akan rendah. Benih bermutu mencakup mutu genetis, yaitu penampilan benih murni
dari varietas tertentu yang menunjukkan identitas genetis dari tanaman
induknya, mutu fisiologis yaitu kemampuan daya hidup (viabilitas) benih yang
mencakup daya kecambah dan kekuatan tumbuh benih dan mutu fisik benih yaitu
penampilan benih secara prima dilihat secara fisik serta bebas hama dan
penyakit.
Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri
pentingnya kualitas benih terhadap produksi tanaman. Sehingga pada saat ingin
menjaga kualitas sebuah tanaman harus melakukan pemilihan benih yang tepat.
Petani yang hendak menanam tanaman sering salah dalam memilih benih. Hal itu
berimbas pada hasil produksi tanaman. Semakin berkembangnya teknologi pertanian
mempunyai dampak juga terhadap pembenihan. Saat ini banyak sekali varietas yang
berkembang di masyarakat. Varietas itu dikatakan tahan hama dan penyakit.
Ditambah lagi dalam produk itu selalu tercantum bahwa akan lebih berkualitas
panen yang didapat.
Terkhusus untuk tanaman cabai rawit.
Tanaman ini tergolong tanaman yang potensial untuk dikembangkan di Negara
Indonesia yang memiliki iklim tropis. Tinggal bagaimana budidaya yang
diterapkan pada tanaman cabai rawit mampu dilakukan dengan baik. Mulai aspek
pembenihan, penyiapan lahan, penanaman, penanganan hama dan penyakit, sampai
panen penting untuk diperhatikan. Sampai saat ini melonjaknya harga cabai sering
dikaitkan dengan kegagalan panen dari petani. Tentu kegagalan tersebut perlu
untuk diantisipasi kedepannya. Salah satunya dengan penerapan teknologi benih
yang baik terhadap tanaman cabai rawit.
Padahal apabila cabai rawit itu mampu
dirawat dengan baik, tanaman menahun itu mampu bertahan samapi 2-3 tahun. Di
Indonesia sendiri terdapat beberapa macam cabai rawit antara lain rawit kecil,
sedang dan besar. Umumnya cabai rawit kecil rasanya sangat pedas. Cabai
rawit digunakan untuk sayur, bumbu masak, asinan dan obat. Budidaya cabai
rawit secara umum tidak berbeda nyata dengan budidaya cabai merah. Namun yang
harus diperhatikan adalah jarak tanam dan pemupukannya. Karena umurnya yang
panjang, pemupukannya lebih banyak. Umumnya tanaman cabai rawit lebih tahan
terhadap penyakit dibanding cabai yang lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teknologi Produksi Benih
1.
Prinsip Genetik
Produksi Benih
Proses produksi benih perlu diupayakan agar
kemunduran genetis tidak terjadi dan benih yang dihasilkan memiliki kemurnian
yang tinggi. Kegiatan pengendalian mutu internal harus dilaksanakan oleh
produsen benih dengan menerapkan prinsipprinsip genetis dalam roses produksi
benih. Kegiatan-kegiatan ang terkait dengan prinsip-prinsip genetis tersebut
adalah sebagai berikut: (1) menggunakan lahan yang diketahui sejarah penggunaan
sebelumnya sehingga memenuhi persyaratan bebas voluntir di samping memenuhi
persyaratann isolasinya, (2) menggunakan sumber benih yang tepat kelas atau
kualifikasi mutunya, (3) menggunakan isolasi yang sesuai, (4) melakukan
roguing, (5) menghindari kontaminasi mekanis, dan (6) menggunakan wilayah
adaptasi yang sesuai bagi pertanaman.
Sistem sertifikasi benih umumnya diterapkan untuk
memelihara kemurnian genetik dalam proses produksi benih secara komersial.
Tujuan utama dari sertifikasi benih adalah untuk memelihara kemurnian dan mutu
benih dari varietas unggul serta penyediaannya secara terus-menerus kepada
petani. Untuk melaksanakan tujuantujuan ini petugas lembaga sertifikasi benih
yang mampu dan terlatih baik melaksanakan pemeriksaan lapangan pada tahap
pertumbuhan tanaman yang tepat. Mereka juga melakukan pemeriksaan benih di
seluruh tahapan produksi benih untuk membuktikan bahwa pertanaman untuk benih
dan kelompok benih yang dihasilkannya memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditetapkan. Dalam melaksanakan pemeriksaan, lembaga sertifikasi benih
menentukan standar lapang dan laboratorium yang terhadapnya pertanaman calon
benih dan benih yang dihasilkan harus disesuaikan kualifikasinya untuk memenuhi
standar benih bersertifikat. Karena itu, kemurnian genetik benih dijamin jika
lembaga sertifikasi telah menyetujui dalam bentuk pemasangan label. Sertifikasi
benih mengandung arti bahwa pertanaman dan kelompok benih telah benar-benar
diperiksa, telah memenuhi persyaratan – persyaratan mengenai benih keturunan
(pedigree) yang bermutu baik, atau telah menjalani pengendalian mutu internal
yang ketat.
2.
Sejarah Lapang
Tanaman-tanaman
voluntir dari kultivar atau spesies yang berbeda yang tidakm dikehendaki
kehadirannya dalam proses produksi benih berasal dari pertanaman sebelumnya di
lahan yang sama. Tanaman-tanaman voluntir tersebut telah memiliki ketahanan
lingkungan tertentu pada lahan tersebut. Untuk areal penangkaran serealia
sering disarankan interval sebanyak dua musim tidak ditanami tanaman sejenis
atau tanaman lain yang mengancam kemurnian genetisnya, tetapi dalam beberapa
program sertifikasi satu musim tanam pun diterima. Melakukan pengolahan tanah
dan roguing secara intensif, sistim tanam tandur jajar, dan persemaian pada
areal yang bebas voluntir sangat efektif untuk mencegah pencemaran genetis pada
tanaman padi. Sedangkan untuk penengkaran tanaman kacang-kacangan diperlukan
interval tiga bulan bera pada lahan-lahan yang sebelumnya ditanami tanaman
sejenis. Persyaratan sejarah lahan ini lazimnya tidak diperlukan dalam produksi
benih berlabel.
B. Kelas-kelas Benih
Sistem
perbanyakan benih dilakukan secara berjenjang dengan selalu mempertahankan
identitas dan kualitas benih yang dihasilkan oleh pemulia tanaman. Benih dari
produksi ini kemudian dikelompokkan ke dalam kelas – kelas sesuai dengan
tahapan generasi perbanyakan dan tingkat standar mutunya, melalui suatu
prosedur yang diatur dalam aturan sertifikasi benih.
Ada empat kelas benih, yaitu benih
penjenis, benih dasar, benih pokok, dan benih sebar.
B.1.
Benih Penjenis (Breeder Seed/ BS) Benih penjenis diproduksi dan diawasi
oleh pemulia tanaman atau instansi yang menanganinya (Lembaga Penelitian atau
Perguruan Tinggi). Benih ini digunakan sebagai sumber untuk perbanyakan benih
dasar. Khusus untuk benih penjenis tidak dilakukan sertifikasi, tetapi
diberikan label yang berwarna putih.
B.2.
Benih Dasar (Foundation Seed/ FS) Benih dasar merupakan turunan pertama
dari benih penjenis. Benih ini diproduksi dan diawasi secara ketat oleh pemulia
tanaman, sehingga kemurniannya dapat dipertahankan. Benih dasar diproduksi oleh
Balai Benih (terutama Balai Benih Induk). Proses produksinya diawasi dan
disertifikasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Benih dasar
diberi label sertifikasi yang berwarna putih.
B.3.
Benih Pokok (Stock Seed/ SS) Benih pokok merupakan turunan pertama dari
benih dasar atau turunan kedua dari benih penjenis. Produksi benih pokok tetap
mempertahankan identitas dan kemurnian varietas serta memenuhi standar
peraturan perbenihan maupun sertifikasi oleh BPSB. Benih pokok diproduksi oleh
Balai Benih atau pihak swasta yang telah terdaftar dan diberi label sertifikasi
yang berwarna ungu.
B.4.
Benih Sebar (Extension Seed/ ES) Benih sebar merupakan turunan pertama
dari benih pokok. Produksinya tetap dengan mempertahankan identitas dan
kemurnian varietas serta memenuhi standar peraturan perbenihan maupun
sertifikasi oleh BPSB. Benih pokok dan benih sebar umumnya diperbanyak oleh
Balai Benih atau penangkar benih dengan mendapatkan bimbingan pengawasan dari
BPSB. Benih sebar diberi label sertifikasi yang berwarna biru.
C.
Tahapan
Produksi Benih Bersari Bebas dan Hibrida
Salah satu faktor penentu keberhasilan
dalam budidaya cabai adalah benih bermutu. Benih yang digunakan petani sebagian
besar menggunakan benih hibrida, sehingga menyebabkan ketergantungan benih, dan
ada pula yang sudah menggunakan cabai bersari bebas (OP) sehingga sudah dapat
memproduksi sendiri namun belum memperhatikan standar budidaya produksi benih
dan prosesing benih yang baik. Cabai merupakan tanaman menyerbuk sendiri, namun
karena morfologi bunganya tidak mendukung menyebabkan dapat terjadinya
persilangan antar varietas (70%). Budidaya yang baik dan benar mutlak
diperlukan, namun ada beberapa standar budidaya untuk produksi cabai yang perlu
diperhatikan antara lain:
1. Tanam
cabai berjarak ± 200 m dari varietas lain.
2.
Atur waktu
tanam agar saat berbunga tidak bersamaan (minimal 75 hari) dengan varietas
lain.
3.
Tanam
cabai pada tempat tersendiri/terpisah khusus dari varietas lain.
4.
Tanam
tanaman perantara/penghalang seperti jagung, sorgum atau rumput tinggi untuk
mengisolasi tanaman.
5.
Lakukan
seleksi tanaman 3 kali yaitu fase vegetative (30-40 hst), generative berbunga
(45-60 hst) dan berbuah (70-90 hst).
6.
Buang buah
yang bentuknya tidak normal, berukuran kecil, dan buah yang sakit atau busuk
karena serangan hama atau penyakit.
7.
Panen
buah cabai yang telah masak secara fisiologis
8.
Lakukan prosesing buah cabai untuk memisahkan
biji dari daging dan kulit buahnya (ekstraksi basah atau kering).
D.
Kriteria
Produksi Benih Bermutu
Penggunaan
benih bermutu dalam budidaya akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi karena
populasi tanaman yang akan tumbuh dapat diperkirakan sebelumnya, yaitu dari
data (label) daya berkecambah dan nilai kemurniannya. Dengan demikian, dapat
diperkirakan jumlah benih yang akan ditanam dan benih sulaman.
Secara
fisik, benih bermutu menampakkan ciri-ciri berikut:
(a).
Benih bersih dan terbebas dari kotoran, seperti potongan tangkai, biji-bijian
lain, debu dan kerikil.
(b).
Benih murni, tidak tercampur dengan varietas lain.
(c).
Warna benih terang dan tidak kusam.
(d).
Benih mulus, tidak berbercak, kulit tidak terkelupas.
(e). Sehat, bernas, tidak
keriput, ukurannya normal dan seragam
Secara umum, komponen mutu benih dibedakan menjadi tiga,
yaitu komponen mutu fisik, fisiologis, dan genetik. Sekarang pasar sudah
mendesak dimasukkannya komponen mutu pathologis. Komponen mutu fisik adalah
kondisi fisik benih yang menyangkut warna, bentuk, ukuran, bobot, tekstur
permukaan, tingkat kerusakan fisik, kebersihan, dan keseragaman. Komponen mutu
fisiologis adalah hal yang berkaitan dengan daya hidup benih jika ditumbuhkan
(dikecambahkan), baik pada kondisi yang menguntungkan (optimum) maupun kurang
menguntungkan (suboptimum). Komponen mutu genetik adalah hal yang berkaitan
dengan kebenaran dari varietas benih, baik secara fenotip (fisik) maupun
genetiknya. Adapun mutu pathologis berkaitan dengan ada tidaknya serangan
penyakit pada benih serta tingkat serangan yang terjadi.
Selain itu, benih dianggap bermutu tinggi jika memiliki
daya tumbuh (daya berkecambah) lebih dari 80% (tergantung jenis dan kelas
benih) dan nilai kadar air di bawah 13% (tergantung jenis benihnya, untuk benih
kedelai tingkat kadar airnya harus lebih rendah).
Benih merupakan
hasil akhir dari proses panjang yang dilakukan oleh seorang pemulia tanaman
dalam merakit sebuah varietas baru. Jika proses penyebaran varietas baru dari
pemulia kepada petani dilakukan secara langsung maka jumlah benih yang tersedia
tidak mencukupi kebutuhan seluruh petani. Untuk mengatasi keterbatasan jumlah
benih hasil pemuliaan ini, dibutuhkan kegiatan perbanyakan benih atau produksi
benih. Sistem perbanyakan benih dilakukan secara berjenjang dengan selalu
mempertahankan identitas genetis dan kualitas benih dari varietas yang
dihasilkan pemulia tanaman. Benih hasil produksi ini kemudian dikelompokkan
kedalam kelas-kelas sesuai dengan tahapan generasi perbanyakan dan tingkat
standar mutunya, melalui suatu prosedur yang diatur dalam aturan sertifikasi
benih. (Budisma, 2011).
E.
Sertifikasi Benih
1.
Sasaran
Sesuai Peraturan Menteri
Pertanian Nomor : 43/Permentan/O.T.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pertanian, bahwa Direktorat Perbenihan Hortikultura mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
perbenihan hortikultura. Dalam menjabarkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
sebagai mana tersebut di atas, Direktorat Perbenihan Hortikultura telah
menetapkan sasaran strategis yaitu :
1. Terpenuhinya kebutuhan benih bermutu untuk
mendukung pengembangan kawasan sesuai dengan perkembangan teknologi dan
permintaan konsumen.
2. Terwujudnya usaha perbenihan hortikultura
yang tangguh, mandiri, dan kelanjutan.
Untuk benih cabai potensi
hasil suatu varietas unggul salah satunya ditentukan oleh kualitas benih yang
digunakan. Untuk menghasilkan produk hortikultura yang bermutu prima dibutuhkan
benih bermutu tinggi, yaitu benih yang mampu mengekspresikan sifat- sifat
unggul dari varietas yang diwakilinya. Dalam mendukung pengembangan kawasan
hortikultura khususnya tanaman cabai maka perlu dipersiapkan benih cabai yang
bermutu dalam jumlah cukup sesuai prinsip 7 Tepat, yaitu tepat jenis, varietas,
mutu, jumlah, waktu, harga, dan tempat. Disamping itu, perlu dilakukan
sosialisasi penggunaan benih bermutu kepada masyarakat guna meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang manfaat penggunaan benih bermutu.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas perlu dilakukan kegiatan pemasyarakatan
penggunaan benih unggul antara lain dengan mendistribusikan benih cabai bermutu
dari varietas unggul dalam polybag/wadah kepada masyarakat. Untuk mencapai
ketersedian benih yang diharapkan, pemerintah akan memberikan dukungan terhadap
Balai Benih dan produsen benih mikro dan kecil melalui penguatan kelembagaan
dengan fasilitasi sarana produksi benih, meningkatkan kemampuan SDM, penerapan
peraturan yang kondusif, penumbuhan penangkar benih mendekati lokasi
pengembangan, pembinaan; dan pemasyarakatan benih bermutu melalui bantuan benih
serta memberikan pedoman sebagai acuan produksi benih dan pembinaan.
Pengembangan benih cabai
bermutu dalam polybag/wadah akan dilaksanakan menyebar ke wilayah Indonesia
sesuai agroklimatnya. Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah penguatan
kelembagaan dengan sosialisasi penggunaan benih bermutu di wilayah baru seperti
lahan gambut, fasilitasi sarana produksi, meningkatkan kemampuan SDM, penerapan
peraturan yang kondusif, penumbuhan produsen benih skala mikro dan kecil
mendekati lokasi pengembangan dan pembinaan, serta pemasyarakatan benih bermutu
melalui bantuan benih.
2. Kelembagaan Pembenihan
Dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura dinyatakan bahwa benih bermutu
merupakan salah satu sarana dalam melaksanakan budidaya hortikultura. Pada
Peraturan Menteri Pertanian No. 48 tahun 2012 ditegaskan bahwa benih dari
varietas yang sudah dilepas/didaftar apabila akan diedarkan harus melalui
sertifikasi benih. Pelaksanaan sertifikasi ini dapat dilakukan oleh Instansi
pemerintah yang menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi pengawasan dan
sertifikasi benih atau perorangan / badan hukum yang telah memperoleh ijin dari
lembaga yang berwenang. Tujuannya adalah untuk melindungi konsumen dari perolehan
benih yang tidak benar baik varietas maupun mutunya. Untuk melaksanakan
Peraturan Perbenihan tersebut maka keberadaan kelembagaan perbenihan sangat
dibutuhkan. Adapun lembaga-lembaga yang dimaksud adalah :
1. Balai
Benih Hortikultura (BBH)
BBH
merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah Pemerintah Propinsi yang berfungsi
sebagai penyedia benih sumber dan perbanyakan benih sebar, sumber informasi
edukasi, koleksi plasma nutfah, pembinaan penangkar, wisata agro hortikultura.
Saat ini BBH tersebar di 32 propinsi. Dalam upaya meningkatkan peran BBH telah
diterbitkan Keputusan Menteri Pertanian No. 347/2003 tentang Pedoman
Pengelolaan Balai Benih hortikultura dan Tanaman Hortikultura.
2. Balai
Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH)
Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman
Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah
Pemerintah Propinsi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam pengawasan mutu
benih tanaman, mulai dari proses produksi melalui sistem sertifikasi sampai
benih siap diedarkan serta pengawasan mutu benih yang beredar. BPSBTPH
berkedudukan di Propinsi dan berjumlah 32 BPSBTPH. Propinsi yang belum memiliki
instansi/bagian yang menangani sertifikasi dan pengawasan peredaran benih
adalah Kepulauan Riau.
3. Lembaga
Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM)
Perbenihan LSSM
dibentuk dengan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) No.
1100.1/Kpts/Kp.150/10/1999, diadakan penyesuaian dengan Kepmentan No.
361/Kpts/Kp.150/5/2002. LSSM berperan memberikan sertifikat sertifikasi sistem
mutu kepada perusahaan benih swasta yang memenuhi syarat untuk melakukan
sertifikasi sistem mutu secara mandiri.
4. Penyedia
Benih Hortikultura
Industri Benih
Hortikultura mulai tumbuh dan berkembang, baik melalui Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN); Modal patungan; maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Pengusaha
menengah keatas mendominasi produksi benih sayuran bentuk biji, buah semusim
dan tanaman florikultura. Penangkar benih merupakan pelaku usaha perbenihan
yang mendominasi produksi benih buah-buahan, sayuran umbi (kentang dan bawang
merah) dan benih tanaman obat. Penangkar benih juga merupakan mitra pengusaha
dalam memproduksi benih sayuran dan tanaman obat.
5.
Pelaku Usaha
Pemasukan dan Pengeluaran Benih
Pelaku
usaha pemasukan dan pengeluaran benih merupakan Produsen Benih. Dalam mendorong
berkembangnya industri benih di dalam negeri, telah diambil kebijakan bahwa
pelaku usaha pemasukan benih harus dapat mengembangkan perbenihan di dalam
negeri sehingga menjadi produsen benih. Dalam upaya menahan laju pemasukan
benih maka diatur ketentuan tentang benih yang dimasukkan.
BAB III
KESIMPULAN
Teknologi
produksi benih merupakan salah satu hal yang penting dalam budidaya tanaman.
Dengan memperhatikan produksi benih dengan baik, maka tanaman yang tumbuh pun
juga akan tumbuh dan berkembang secara maksimal. Karena merupakan aspek yang
penting, perlu diperhatikan setiap tahapan dalam produksi benih tanaman.
Sebagai contohnya, terdapat sejumlah empat kelas benih yang perlu diperhatikan,
kelasnya berupa: pertama, Benih Penjenis (Breeder Seed) yakni digunakan sebagai
sumber untuk perbanyakan benih dasar. Kedua, Benih Dasar (Breeder Seed) merupakan
turunan pertama dari benih penjenis. Benih ini diproduksi dan diawasi secara
ketat oleh pemulia tanaman, sehingga kemurniannya dapat dipertahankan. Ketiga,
Benih Pokok (Stock Seed) merupakan turunan pertama dari benih dasar atau
turunan kedua dari benih penjenis. Keempat, Benih Sebar (Extension Seed/ ES) merupakan
turunan pertama dari benih pokok. Dari empat jenis itu mempermudah para
pembudidaya dalam melakukan pembenihan benih tanaman. Terlebih, bagi tanaman
cabai yang merupakan komoditas yang punya potensi besar di dalam negeri.
Potensi tersebut perlu dikembangkan dengan budidaya yang baik, mulai pembenihan
tanaman sampai pengelolaan pasca panen.
DAFTAR PUSTAKA
Uji
Adaptasi Produktivitas Benih Cabai Rawit (Capsicum frutescent) Program
‘Teaching Factory’ Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Pertanian. (2018). Diakses
pada 27 Juli 2021, dari http://p4tkpertanian.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/Uji-Adaptasi-Benih-Cabai-Rawit.pdf
Budidaya
Tanaman Cabai Rawit. (2019). Diakses
pada 29 Juli 2021, dari
http://hortikultura.litbang.pertanian.go.id/teknologi-detail-48.html
Produksi Benih Cabai. (2005). Diakses pada 30 Juli 2021, dari https://balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/images/isi_monografi/M-37%20Panduan%20Produksi%20Benih%20Cabai.pdf
Produksi Benih Cabai Di Lahan dan Prosesingnya. (2018). Diakses pada 30 Juli 2021, dari https://jateng.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/artikel/artikel-info-teknologi/item/471-produksi-benih-cabai-di-lahan-dan-prosesingnya
Kriteria dan Kelas Benih Bermutu. (2019). Diakses pada 1 Agustus 2021, dari http://bbppmbtph.tanamanpangan.pertanian.go.id/index.php/iptek/10
Rencana Strategis Pengembangan Perbenihan Holtikultura Tahun 2015 – 2019. (2019). Diakses pada 5 Agustus 2021, dari http://sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA%20BENIH%20REVISI.pdf
Kajian
Produksi Benih Bermutu (Padi, Jagung, Kedelai). (2016). Diakses pada 6 Agustus 2021, dari https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/1f883afbed094a54a238f6cd34c0ec21.pdf
0 Komentar