Padahal, bagi saya melakukan hal seperti itu lebih parah dari pada pengerdilan makna. Terus sebenarnya, seperti apa cara yang benar dalam merayakan Hardiknas pada tanggal 2 Mei.
Sebenarnya banyak sekali cara yang bisa digunakan untuk memperingati peringatan itu, dengan memperhatikan kedudukan yang saat ini kita miliki. Dengan begitu Hardiknas bukan hanya berisi quote-quote klise, melainkan langkah konkret yang sangat berguna.
Jika kita sebagai seorang siswa, maka kita bisa menggali potensi-potensi yang kita miliki sejak kecil. Saat ini, permasalahan yang sering dialami di saat proses kegiatan belajar mengajar (KBM) di bangku sekolah adalah pelajaran dipaksakan masuk di dalam otak yang berbeda-beda.
Dengan menggali potensi, masa depan seorang anak kecil akan terpampang lebih jelas pada masa depan. Dengan begitu potensi tersebut bisa dikembangkan hingga menjadi keahlian yang bisa berguna bagi orang lain.
Sebelum melakukan hal tersebut, perlunya kita untuk melihat seberapa penting pelajaran-pelajaran yang diberikan seorang guru kepada kita. Pastikan apa yang dilakukan tidak merugikan orang lain.
Kemudian jika kita menjadi mahasiswa, kita harus bisa mengintropeksi diri. Ternyata umur kita sudah menjelang masa dewasa. Oleh karena itu itu yang perlu dilakukan adalah menebar kebaikan untuk orang lain.
Sebagai seorang generasi muda, yang sering diberikan label agent of change dan agent of social control, sudah sepatutnya mahasiswa menjadi pelopor perubahan dalam sebuah negara. Makanya tidak ada istilah lagi dituntun ataupun menunggu.
Tetapi mahasiswa harus berani bergerak sendiri memperjuangkan kebenaran. Dan tak lupa harus menjadi pelopor gerakan perubahan untuk pendidikan di Indonesia yang lebih baik lagi.
Setelah mengarungi 12 tahun mulai dari tingkat SD sampai SMA, mahasiswa tentu sudah mengetahui seluk beluk pendidikan di Indonesia, carut-marut pendidikan di Indonesia. Maka itulah tugas yang harus dituntaskan oleh mahasiswa untuk memberikan perubahan.
Idealisme yang dimiliki seorang mahasiswa harus tetap digunakan jangan sampai digadaikan hanya untuk kepentingan perut. Masa depan bangsa di tanganmu. Itu adalah istilah yang bisa kita sematkan pada generasi muda ini.
Kemudian untuk seorang guru, "Guru bukan dewa, dan murid bukan kerbau," istilah yang dikemukakan Soe Hoek Gie tersebut mungkin masih relevan untuk keadaan saat ini. Dalam dunia pengetahuan yang selalu berkembang tidak ada seorangpun yang perkataannya selalu benar. Oleh karena itu itu guru juga harus tetap menghargai orang lain.
Bahkan menghargai muridnya yang secara usia jauh lebih muda dibandingkan umurnya. Seorang guru harus menjadi suri tauladan bagi seorang murid-murid yang masih belia. Gelas si murid masih banyak yang kosong, sehingga perlunya diberikan ilmu-ilmu dan didikan didikan yang bermanfaat untuk bekalnya di masa depan.
Guru jangan hanya mengurusi urusan honor yang diterimanya, atau tunjangan yang diberikan pemerintah. Tapi lebih dari itu, guru juga harus bisa memberikan sesuatu yang lebih kepada seorang peserta didik yang sudah menjadi kewajibannya. Yakinilah perjuangan yang telah dilakukan pasti akan mendapatkan hasil yang setimpal.
Selanjutnya, seorang dosen di perguruan tinggi. Dosen yang identik dengan gelar yang renteng-renteng, perannya sangat sia-sia jika tidak bisa menjembatani para generasi muda untuk menemukan cita-cita yang dia inginkan. Yang dihadapi dosen bukan lagi seorang siswa yang masih perlu dituntun, tetapi seorang mahasiswa yang harus diarahkan ke arah yang lebih baik.
Dosen harus kreatif dengan sering melakukan penelitian, jika perlu melibatkan peran mahasiswa agar kelak dapat meneruskan apa yang dilakukannya. Ilmu-ilmu yang ditularkan seorang dosen jangan hanya textbook, tetapi juga harus melihat realita yang ada di lapangan.
Pemerintah sebagai yang menjalankan roda pemerintahan harus bisa membuat kebijakan yang tidak merugikan semua elemen dalam dunia pendidikan. Baik itu tenaga pendidik, pendidik, adapun masyarakat secara luas.
Pemerataan pendidikan menjadi hal yang wajib. Di era seperti saat ini seharusnya daerah di Jawa tidak lagi menjadi epicentrum pendidikan di tanah air. Papua, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Maluku, Nusa tenggara Bali bisa digunakan untuk tempat-tempat pendidikan yang lebih maju dibandingkan di daerah Jawa.
Pendidikan juga harus menyasar orang-orang yang mempunyai taraf ekonomi menengah ke bawah. Bahwa ketertinggalan pendidikan di Indonesia seharusnya menjadi pelecut untuk bergerak ke arah yang lebih maju. Bukan malah merenungi nasib tanpa melakukan sebuah perubahan.
Pemerintah juga harus bersedia untuk dikritik, karena dengan kritikan itulah bibit-bibit perubahan demi arah yang lebih baik akan bisa terbentuk. Produk-produk lama yang dirasa gagal harusnya ditinggalkan, bukan malah diulangi kembali.
Pendidikan dalam negeri ini juga harus mengetahui keadaannya saat ini. Bagaimana teknologi menggerus buku yang dulu menjadi bahan pokok untuk mendulang ilmu pengetahuan. Pendidikan harus menyesuaikan hal tersebut. Jika tidak, bagaimana nasib pendidikan di negeri ini.
0 Komentar