Saat kita mendengar pergerakan mahasiswa tahun 66, tentu ada satu sosok yang tidak akan pernah terlupakan. Soe Hoek Gie. Ia adalah tokoh nonfiksi yang mempunyai idealisme kuat, pemikiran yang progresif, serta lihai dalam beretorika.
Perjuangannya membela kaum bawah tidak ada hentinya. Dirinyalah yang getol menurunkan presiden Soekarno, dan ia pula yang turut mengkritisi kebijakan Soeharto. Gie bukanlah sosok yang mudah menerima iming-iming jabatan. Hal itu dibuktikannya untuk tidak menerima tawaran kepadanya untuk menduduki kursi dewan.
Sangat kontras, hal itulah yang membuat dirinya kecewa dengan teman-teman yang ikut memperjuangkan runtuhnya rezim orde lama. Sebab teman-temannya terbuai dengan gerakannya dahulu, dan memilih menerima tawaran dari presiden Soeharto yang baru saja terpilih.
Seperti diketahui, rezim Orde Baru mengeluarkan peraturan pelarangan PKI. Sehingga anggota dewan yang ada di Senayan diganti kedudukannya dengan sejumlah mahasiswa, termasuk di dalamnya teman-teman Gie.
Dalam catatan-catatan Gie yang yang belum pernah dimuat, dirinya bercerita banyak hal tentang pendapatnya kala itu. Kumpulan catatan itu sengaja disimpan dengan baik oleh kakaknya Arief Budiman, sebab andaikan nanti terpublikasikan dapat mengancamnya.
Gie turut menyuarakan Tritura, tiga tuntutan rakyat : penurunan harga bahan pokok, mengganti menteri yang korup, dan membubarkan PKI. Tetapi di sisi lain, Gie kecewa dengan rezim orde baru yang membantai habis-habisan orang PKI dengan perlakuan yang tidak wajar. Kejadian itu ia saksikan secara langsung di pulau Bali dan di Jawa Tengah.
Pada saat mengkritik rezim orde baru dengan karya tulisannya, Gie menggunakan nama samaran agar tidak membahayakan keselamatannya. Hal itu ia wujudkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap rezim yang semena-mena.
Di dalam buku juga dijelaskan pendapat dari orang yang pernah bersinggungan langsung dengan Soe Hoek Gie. Mereka bercerita tentang sosok sohogi semasa masih hidup. Seperti Aris Tides, Benedict Anderson, Herman O Lantang, Marsilam Simanjuntak, dll.
Kebanyakan dari mereka menceritakan bahwa Gie adalah sosok yang ramah, mudah bergaul, cerdas, dan istilah yang paling : dia melampaui zamannya. Pria yang turut mendirikan organisasi mahasiswa pencinta alam ini, juga sosok yang digandrungi oleh banyak perempuan. Ia seringkali berkirim surat dengan perempuan yang disukainya.
Tercatat ada 3 perempuan yang pernah dekat dengan Gie, mereka adalah Nurmala Kartini Panjaitan, Maria, dan Luki Sutrisno Bekti. Ketiganya mempunyai rasa cemburu jika suhu di dekat dengan salah satu orang-orang tersebut. Maklum, siapa yang tidak terkesima dengan sosok pria yang cerdas dan baik hati.
Sayangnya rentetan cerita sejarah sosok yang karyanya menjadi kitab bagi kebanyakan mahasiswa harus terhenti di puncak Mahameru. Pada tanggal 16 desember 1969, atau 1 hari menjelang ulang tahunnya yang ke-27. Soe Hoek Gie berpulang untuk selama-lamanya.
Cerita yang disajikan dalam buku yang hanya berjumlah 100 halaman ini sangatlah menarik. Tim Tempo mencoba menemui secara langsung tokoh-tokoh pernah kontak dengan Soe Hoek Gie. Juga dilampirkan tulisan Gie yang belum dimuat di buku "Catatan Seorang Demonstran".
Buku ini sangat direkomendasikan sebagai bahan penunjang setelah membaca buku "Catatan Seorang Demonstran". dituliskan di Buku "Catatan Seorang Demonstran". Ejaan dalam menuliskan ulang catatan Gie juga sudah disesuaikan dengan ejaan yang saat ini berlaku.
"Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan"
Judul : Gie dan Surat-Surat Yang Tersembunyi
Penulis : Tim Tempo
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan : Pertama, 2016
Tebal : 107 hal ; 16×23 cm
ISBN : 9786024242329
0 Komentar