Membicarakan lika-liku kehidupan smiling general alias Soeharto tidak akan ada habisnya. Pasti akan ada saja yang selalu menarik untuk dibahas. Keluarganya, kekayaannya, kebijakannya saat jadi presiden, kasus hukum yang menjeratnya, dan tidak lupa tingkah lakunya.
Pria yang lahir pada 8 Juni 1921 memang punya sederet cerita yang sangat panjang sebelum dan sesudah menjadi presiden. Sebelum menjadi presiden sosok ayahnya juga masih diperdebatkan.
Soeharto sendiri mengatakan bahwa ayahnya bernama Kertosudiro seorang petani desa yang biasa mengatur air yang ada di sawah. Versi lain mengatakan ayah Soeharto seorang priayi keturunan Sri Sultan Hamengkubuwono II. Pria itu bernama RL Prawirowiyono yang bergelar R. Rio Padmodipuro.
Sejumlah pihak mensinyalir, Soeharto ingin mewujudkan sebuah presiden yang berawal dari golongan bawah hingga menjadi seorang pemimpin, pendek kata dramatis.
Selain masalah kelahirannya, ia juga dikaitkan dengan peristiwa G30S/PKI yang sampai saat ini belum ketemu nadirnya siapa dalang dibelakangnya. Menurut Soebandrio, menteri luar negeri di era orde lama, menurutnya Soeharto terlibat dalam aksi berdarah G30S. "Soeharto secara matang merencanakan dan melakukan kudeta merangkak," tulisnya dalam buku Kesaksianku Tentang G30S.
Saat akan menjadi presiden proses naik tahtanya juga turut dipertanyakan,
Dalam buku ini dituliskan di halaman depan : Soekarno yang memerintah 6 tahun dengan demokrasi terpimpin yang gegap gempita itu, digantikan seorang tentara pendiam. Dia tampan, ditangani atas selembar surat mandat berkuasa. Supersemar.
Seperti halnya kasus G30S, Supersemar yang asli juga masih menjadi tanda tanya besar ?
Surat yang digunakan sebagai senjata oleh Soeharto untuk melengserkan bung Karno hingga sekarang masih menjadi misteri mana yang asli.
Dia adalah orang yang melarang partai komunis di Indonesia. Yang lebih tragis orang yang terlibat langsung G30S, punya hubungan dengan aksi G30S, orang yang sudah pernah disumpah menjadi anggota PKI, terlibat tragedi Madiun tahun 48, tergabung dalam ormas yang sah atas dengan PKI, dan yang menjadi simpatisan PKI dikenai sejumlah hukuman. Mulai ditetapkan sebagai tahanan politik sampah yang lebih kejam dibunuh.
Sontak, dewasa ini banyak pihak yang menuntut kasus itu sebagai kejahatan genosida. Bahkan, dalam buku ini dikatakan sekitar 3 juta orang meninggal, belasan ribu dikirim ke pulau buru, dan jutaan lainnya menerima perlakuan diskriminatif. Hingga sekarang, orang yang dicap komunis tidak akan mendapatkan seperti manusia pada umumnya. Sebagai contoh mereka tidak akan bisa menjadi seorang PNS.
Setelah menjadi presiden, sang jenderal punya cara tersendiri untuk melanggengkan kekuasaannya. Lawan-lawan politiknya diberangus dengan cara yang halus kasar.
Kebijakan fusi partai pada tahun 1973 menjadi salah satu awal menguatnya sebuah golongan yang tidak mau dianggap sebagai partai politik. Golkar. Golongan itu mempunyai tempat tersendiri, dan juga keistimewaan dibandingkan PPP dan PDI. Golkar bisa membuat struktural hingga tingkatan paling bawah, RT sekalipun. Sedangkan PPP dan PDI hanya diperbolehkan hingga tingkatan kota maupun kabupaten.
Rezim Orde Baru bersama Soeharto kemudian menjelma sebagai rezim yang anti kritik. Setiap kritik pasti akan dibungkam. Tindakan represif dari militer yang merupakan sumber rezim ini tidak terbantahkan. Aparat militer menganggap nyawa dapat dibunuh semudah membalikkan telapak tangan.
Alhasil, selama tiga dasawarsa kepemimpinan Soeharto, banyak darah yang bercucuran di berbagai tempat.
- Tragedi Malari tahun 1974,
- Penembakan misterius 1983
- Tragedi Talangsari tahun 1989,
- Tragedi Tanjung Priok 1984
- Tragedi Kudatuli 1996, d
- Daerah Operasi militer Aceh dan Papua tahun 1989 sampai 1998
- Penghilangan orang secara paksa tahun 1997
- Tragedi Trisakti tahun 1998
Pada kasus tersebut banyak nyawa yang hilang tanpa alasan yang jelas. Setelah sang jenderal turun dari tahta presiden pada 21 Mei 1998. Banyak pihak yang mengharapkan kasus-kasus tersebut dapat segera terselesaikan.
Persamaan dengan hal itu kasus korupsi kolusi dan nepotisme yang menjerat Soeharto dan kroni-kroninya juga harus dibawa di meja pengadilan.
Usaha untuk mendudukkan sangat jenderal di pengadilan tidak henti-hentinya digaungkan. Namun ada saja alasan yang mengurungkan hal itu. Alasan yang paling sering diutarakan, bahwa "bapak masih sakit"
Semua kasus hukum yang menghantuinya lenyap begitu saja, saat sang ilahi memanggilnya di peristirahatan terakhir--Astana Giribangun. Pada 28 Januari 2008, sang smiling general telah berpulang selama-lamanya. Kini tinggal anak cucunya yang masih bisa kita temui.
Buku ini sangat cocok bagi penikmat sejarah yang ingin mengetahui sosok Soeharto. Dikemas dengan cara yang menarik dengan balutan gambar-gambar yang bagus. Bahasa yang digunakan dalam buku ini sangat mudah untuk dipahami.
Kelemahan dari buku ini, tidak mencantumkan daftar pustaka, ataupun hasil wawancara dengan sosok yang seharusnya juga ditulis dalam buku. meskipun di halaman depan tim redaksi yang turut menggarap buku ini sangatlah banyak.
Judul : Soeharto, Setelah Sang Jenderal Besar Pergi
Penulis : Tim Tempo
Penerbit : Kepustakaan Gramedia Utama
Tebal : 269 halaman
ISBN : 9786024249946
0 Komentar