Ing Ngarsa Sung Tuladha. Berarti di depan memberikan teladan. Semua orang yang menjadi pemimpin harus bisa menjadi contoh yang baik. Pemimpin rumah tangga, pemimpin di masyarakat, hingga pemimpin di suatu negara.
Dewasa ini sulit sekali menemukan sosok yang mempunyai jiwa kepemimpinan. Pemimpin yang ada seringkali hanya sebagai boneka yang diatur oleh bawahannya. Lebih-lebih pemimpin yang dipilih lewat kontestasi politik.
Tidak jarang mereka memimpin bukan karena mempunyai kapabilitas sebagai seseorang yang di depan. Tapi sebab yang lain--mempunyai sosok kefiguran. Yang sudah barang tentu sudah banyak orang mengenalnya. Jika keadaan terus seperti ini, gambaran mengenai seorang pemimpin yang menjadi panutan hanyalah utopis.
Masyarakat yang berada di bawah juga sudah salah mengartikan makna seorang pemimpin. Hampir di setiap ajang pemilihan pemimpin, masyarakat hanya berpikir secara dangkal.
Sebagai contoh, pada saat musim kampanye, calon pemimpin yang memberikan uang mempunyai peluang lebih besar daripada yang hanya memberikan program yang menarik. Selain itu ketika sudah menjabat hal serupa juga masih melekat pada masyarakat.
Jangan sampai konsep seperti itu diterapkan pada kaderisasi di PMII. Organisasi dengan ruh pergerakan harus dilandasi dengan semangat perjuangan. Tidak berdasar atas prinsip cuan. Setiap ketua harus dipilih berdasarkan kapasitas yang mumpuni untuk membimbing bawahannya.
Ing Madya Mangun Karsa. Berarti di tengah-tengah memberi semangat. Saat seorang pemimpin berada di tengah-tengah masyarakat, harus bisa memberikan bara api semangat. Kemajuan, keakraban, dan sinergitas agar lebih mudah terwujud saat memimpin membaur dengan masyarakat.
Tanpa bermaksud mengkultuskan individu. Saat Jokowi masih menjadi walikota solo, ia sering terjun ke masyarakat secara langsung. Melihat derita rakyat di bawah, maupun hanya sekadar menengok proses pengerjaan proyek telah dilakukan oleh pemerintah.
Masyarakat tentu akan memberikan kredit tersendiri bagi seorang pemimpin semacam itu. Kepeduliannya terhadap masyarakat bawah mesti akan melekat pada jiwa masyarakat.
Setelah Jokowi melakukannya istilah blusukan akhirnya juga ditirukan sosok pemimpin yang lain. Meskipun bisa saja itu hanya sebagai menjaga reputasi tanpa memberikan realisasi yang nyata.
Konstelasi Indonesia sebagai negara dunia ketiga juga harus diperhitungkan. Tatanan kehidupan bermasyarakat yang belum tertata dengan baik juga harus diperhatikan. Sendi-sendi kehidupan yang menjadi titik masalah perlu diselesaikan.
Mahasiswa sebagai tumpuan kehidupan bernegara di masa yang akan datang harus siap menghadapi persoalan yang ada. Persoalan ekonomi, kesehatan, dan yang lain-lain. Generasi muda harus berpikir progresif, sehingga gambaran cerah masa yang akan datang segera terwujud.
Peran PMII senantiasa dibutuhkan untuk berjuang bersama masyarakat. Konsep tatanan kehidupan yang layak harus tergambar dan dicamkan pada setiap kader.
Tut Wuri Handayani. Di belakang memberi dukungan dan dorongan. Dukungan yang diberikan dapat berupa dukungan moril dan materil. Seseorang yang hanya diberikan dukungan moril, pasti tidak akan maksimal. Begitu halnya ketika hanya diberikan dukungan materil.
Saat sebuah masyarakat jatuh bangun terhadap permasalahan yang mereka hadapi, peran seorang pemimpin amatlah vital. Tidak hanya mencegah agar permasalahannya semakin buruk. Tapi yang lebih penting, bagaimana orangnya dapat terangkat kembali.
Selain memberikan semangat secara moril, juga perlu memberikan materil. Dengan adanya suplai tersebut, semangat masyarakat yang jatuh bangun menghadapi persoalan dapat teratasi.
Lagi, seorang pemimpin juga perlu memberikan dorongan dari bawah. Masyarakat yang tidak mempunyai semangat untuk berkembang lebih maju harus diberikan dorongan agar terus berkembang.
Seperti halnya dalam PMII, kader maupun anggota yang yang tidak mempunyai jiwa organisatoris harus digembleng supaya kapasitasnya sebagai seorang anggota maupun kader tumbuh.
Sudah menjadi kewajiban seorang ketua yang mengemban tugas sebagai pucuk pimpinan untuk selalu membawa gairah perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan berawal dari hal-hal kecil, yang kemudian menjadi sesuatu yang besar.
Dorongan maupun dukungan harus senantiasa digencarkan pada setiap anggota maupun kader yang ada di bawah. Tidak dibenarkan di manapun tempatnya, pemimpin hanya mengatur, hanya menyuruh, bahkan hanya sebagai penonton.
Sudah selayaknya, Indonesia harus mencetak pemimpin-pemimpin yang mempunyai jiwa kepedulian yang tinggi terhadap semua elemen masyarakat. Hal itu hanya dapat ditempuh dengan satu cara : pendidikan.
Tulisan ini ditulis sebagai syarat untuk mengikuti pelatihan kader dasar (PKD) di PMII Komisariat Ngalah Pasuruan, 17 - 20 September 2020
0 Komentar